Halaman

Powered By Blogger

INFO KESEHATAN

Selasa, 21 Juni 2011

PENGAMATAN KONDISI DI TPA GUNUNG TUGEL DESA KEDUNGRANDU KECAMATAN PATIKRAJA KABUPATEN BANYUMAS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali atau pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan atau material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995).

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup.Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk di dalamnya) (Trihadiningrum, 2002).

1

Pada dasarnya pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem tempat pembuangan akhir (TPA) yang beroperasi saat ini sudah tidak relevan lagi dengan pertambahan penduduk yang pesat, dan lahan kota yang semakin sempit. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran.Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk mengelola TPA (Tiwow et al, 2003).

Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan permasalahan besar di banyak kota di Indonesia. Tanpa pengolahan yang tepat, TPA dapat menjadi potensi bahaya bagi lingkungan sekitar.Air lindi dapat merugikan bila mencemari air dalam tanah dan air permukaan.Gas metan yang merupakan hasil samping alami dari aktifitas mikroba anaerobik, dapat membakar sampah bila terjebak dalam timbunan sampah dan juga meledakkannya.Sistem sanitary landfill merupakan metode yang paling efektif untuk meminimalkan efek buruk TPA terhadap lingkungan sekitar.Peningkatan volume sampah menyebabkan kebutuhan lahan penimbunan di TPA semakin meningkat. Cukup sulit memperoleh lahan yang luas dan memenuhi syarat-syarat untuk TPA di kota, sehingga TPA terpaksa ditempatkan di pinggiran kota atau bahkan di luar kota. Hal tersebut mengakibatkan jarak TPS yang umumnya dekat dengan sumber timbulan terhadap TPA cukup jauh waktu tempuhnya (time trip) dan biaya transportasi yang dibutuhkan lebih besar akibat jauhnya jarak tersebut (Wiranegara, 2002) seperti yang terjadi di TPA Gunung Tugel merupakan TPA open dumping. Sistem open dumping dilarang digunakan oleh hukum internasional.

Peningkatan populasi, dan produk domestik regional bruto (PDRB) di Kota Purwokerto akan meningkatkan timbulan sampah dan yang pasti akan memperpendek waktu operasional TPA Gunung Tugel. Perlunya meningkatkan kapasitas tampungan TPA Gunung Tugel, maka dibutuhkan perluasan area TPA dan pendesainan ulang dengan metode sanitary landfill untuk mengurangi resiko terhadap lingkungan.Tujuan dari studi ini adalah untuk mendesain pengembangan teknis TPA secara sanitary landfill pada TPA Gunung Tugel yang dapat mengakomodasi berbagai macam kegiatan pengolahan sampah yang tepat. Hasil dari studi ini adalah desain baru TPA secara sanitary landfill dengan sistem penyalur lindi, alat ventilasi gas, berbagai fasilitas pendukung lainnya, termasuk jembatan timbang, dan juga penambahan alat berat yang dibutuhkan. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun desain TPA Gunung Tugel secara sanitary landfill adalah sekitar Rp. 7.708.865.262,00.

Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan pengelolaan sampah terpadu. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang RI Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut bagaimanakah keadaan lokasi, kondisi dan kegiatan yang dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel di Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui lokasi, kondisi dan kegiatan yang dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel di Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi sampah dan permasalahan yang ditimbulkan sampah.

b. Mengetahui sumber sampah di TPA Gunung Tugel.

c. Mengetahui cara pengumpulan dan pengelolaan sampah di TPA Gunung Tugel.

d. Mengetahui dampak kesehatan yang dirasakan oleh masyarakat maupun orang-orang yang ada di TPA Gunung Tugel.

e. Mengkaji kelayakan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dari aspek finansial dan aspek lingkungan.

D. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada kalangan masyarakat tentang sampah organik dan sampah non organik. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui cara-cara pengelolaan sampah yang benar, sehingga masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan, yang akan berakibat pada timbulnya berbagai masalah.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

Memperkaya pustaka Jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK Unsoed mengenai dampak sampah bagi kesehatan dan lingkungan sekitar TPA Gunung Tugel.

3. Bagi Mahasiswa

Menammbah pengetahuan dan informasi, serta menumbuhkan tingkat kepedulian terhadap sampah sehingga mampu mengurangi tingkat pencemaran lingkungan, serta memperoleh pengetahuan tentang cara-cara pengolahan sampah yang baik dan manfaat yang dapat dihasilkan setelah sampah diolah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sampah

Sampah adalah merupakan bahan sisa, baik yang tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun barang yang tidak diambil bagian utamanya.Sampah dilihat dari segi ekonominya adalah barang yang tidak ada nilai harganya.Sampah dilihat dari segi lingkungan adalah bahan buangan yang tidak berguna dan dapat menimbulkan masalah pencemara lingkungan.Sampah berarti limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.Sampah perkotaan adalah sampah yang berasal dari daerah pemukiman (rumah tangga), daerah komersil,tempat umum, perkantoran, jalan, saluran dan lainya.Sampah dengan sifat bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak termasuk dalam sampah perkotaan (Anonim, 2006).

6

Sampah adalah bahan sisa baik bahan-bahan yang tidak berguna lagi (barang bekas) maupun barang yang sudah tidak diambil bagian utamanya lagi. Dari segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan.Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota besar, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik air, tanah,dan udara. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Masalah yang sering timbul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan.

Sampah adalah segala buangan yang timbul akibat aktivitas manusia dan hewan, biasanya berupa padatan yang dianggap tidak berguna atau tidak diinginkan lagi (Tcobanoglous et al, 1993). Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (barangbekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian ഉടമാà´¨്à´¯.

2. Segi ekonomis, sampah adalah bahan yang sudah tidak ada harganya.

3. Segi lingkungan, sampah adalah bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan.

Azwar (1990) menyebutkan bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dipergunakan lagi, yang tidak dapat dipakai kembali, yang tidak disenangi dan harus dibuang, maka sampah tentu saja harus dikelola dengan sebaik-baiknya,sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi (Kodoatie, 2003) mendefinisikan sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan (refuse) sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menganggu kelangsungan hidup. Menurut SK SNI T-13-1990 F, yang dimaksud dengan sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi bangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota dan tidak termasuk sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan baik karena telah diambil bagian utamanya atau karena pengolahan atau karena sudah sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau gangguan kelestarian.Berdasarkan beberapa pengertian tentang sampah seperti di atas maka dapat didefinisikan sampah adalah sisa bahan, limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Hadiwiyoto (1983) menjelaskan bahwa klasifikasi sampah berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Sampah organik, yaitu sampah yang terdiri dari daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur dan buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik yang tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikrobia.

2. Sampah anorganik, yaitu sampah yang terdiri dari kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak dapat terdegradasi oleh mikrobia.

Berdasarkan lokasinya, sampah dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

1. Sampah kota (urban) yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar.

2. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah di luarperkotaan, misalnya di desa,di daerah pemukiman dan pantai (Hadiwiyoto,1983).

Jenis dan sumber sampah menurut Widyatmoko (2002), dapat dikelompokan menjadi :

1. Sampah rumah tangga, terdiri dari:

a. Sampah basah yaitu sampah yang terdiri bahan-bahan organik yang mudah membusuk yang sebagaian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran dan lain-lain.

b. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam seperti besi, kaleng bekas dan sampah kering yang non logam misalnya kertas, kayu, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa kain.

c. Sampah lembut, misalnya sampah debu yang berasal dari penyapuan lantai, penggergajian kayu dan abu dari sisa pembakaran kayu.

d. Sampah besar yaitu sampah yang terdiri dari buangan ruamah tangga yang besar-besar seperti meja, kursi dan lain-lain.

2. Sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan dan lain-lain. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam seperti besi, kaleng bekas dan sampah kering yang non logam misalnya kertas, kayu, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa kain.

3. Sampah lembut, misalnya sampah debu yang berasal dari penyapuan lantai, penggergajian kayu dan abu dari sisa pembakaran kayu.

4. Sampah besar yaitu sampah yang terdiri dari buangan ruamah tangga yang besar-besar seperti meja, kursi dan lain-lain.

5. Sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan dan lain-lain.

6. Sampah bangunan, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batubata dan sebagainya.

7. Sampah fasilitas umum, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman, lapangan, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya.

B. Sistem Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah ialah usaha mengatur atau mengelola sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan sampai pengolahan dan pembuangan akhir (Cipta Karya, 1993). Pengelolaan sampah terdiri dari 2 jenis yaitu pengelolaan setempat (individu) dan pengelolaan terpusat untuk lingkungan atau perkotaan. Menurut Kodoatie (2003). Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat dari komponen-komponen yang saling mendukung satudengan yang lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih sehat dan teratur. Komponen tersebut adalah:

a) Aspek teknik operasional (teknik)

b) Aspek kelembagaan (institusi)

c) Aspek pembiayaan (finansial)

d) Aspek hukum dan pengaturan (hukum)

e) Aspek peran serta masyarakat.

Sistem pengelolaan limbah padat perkotaan harus utuh dan tidak terpotong rantai ekosistemnya maka diperlukan tindakan terkoordinatif, sinkronisasi dan simplikasi.Untuk peningkatan penanganan persampahan banyak hal yang harus ditinjau diantaranya operasional pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir serta peralatan yang digunakan.Hal yang sangat berperan lainnya adalah aspek organisasi dan manajemen di dalam pengelolaannya. SK SNI T-13-1990-F menyatakan bahwa pada dasarnya sistem pengelolaan sampah perkotaan dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang saling mendukung, saling berinteraksi, dan saling berhubungan satu sama lain. Pengelolaan limbah padat (sampah) terdapat 6 (enam) fungsi elemen yaitu timbulan sampah, penanganan pada sumber, pengumpulan sampah dari sumbernya pemisahan dan proses pengolahan, pemindahan dan pengangkutan, serta pembuangan (Tchobagnoglous et al, 1993).

C. Klasifikasi Sampah

Umumnya klasifikasi sampah berdasarkan sumbernya berhubungan dengan penggunaan lahan dan pembagian wilayah. Menurut Tchobagnoglous et al (1993), sumber-sumber sampah tersebut adalah:

1. Pemukiman

2. Komersial

3. Institusional

4. Pembangunan dan pembongkaran

5. Sarana umum

6. Lokasi pengelolaan air atau limbah

7. Industri

8. Pertanian

Peavy (1985) menyebutkan bahwa sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sampah Basah (Garbage)

2. Sampah Kering (Rubbish)

3. Sampah Lembut (Ashes & Residues)

4. Sampah Bangunan

5. Sampah Jalan

6. Sampah Spesial

7. Sampah B3

8. Sampah Pengelolaan Air / Limbah

9. Sampah Industri

Informasi tentang komposisi sampah sangat diperlukan dalam mengevaluasi peralatan alternatif yang dibutuhkan, sistem, serta program dan rencana manajemen pengelolaan sampah. Komposisi sampah dapat diuraikan berdasarkan komposisi fisik, komposisi kimia, dan komposisi biologis (Peavy, 1985).

D. Aspek Teknis Operasional

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1994) dan Tchobagnoglous et al (1993), tata cara pengelolaan teknis sampah perkotaan meliputi dasar-dasar perencanaan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pewadahan sampah atau pengolahan sampah di sumber sampah

2. Pengumpulan sampah

3. Pemindahan atau pengolahan sampah di transfer depo

4. Pengangkutan sampah

5. Pembuangan akhir

E. Macam Sampah

Berdasar atas jenisnya, sampah dapat dipilahkan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Sampah yang mudah membusuk (garbage).

Sampah ini terdiri atas bahan-bahan organik seperti sisa makanan, sisa sayuran, sisa buah-buahan, dansebagainya.Yang kemudian sering disebut sampan basah.

2. Sampah yang tidak dapat membusuk atau sukar membusuk (rubbish)

Sampah jenis ini terdiri atas bahan anorganik, misalnya pecahan kaca, botol, besi, sisa bahan bangunandan sebagainya, yang kemudian sering disebut sebagai sampah kering. Kelompok rubbish ini dapat dipilahkan menjadi 2, yaitu:

a. dapat dibakar ( combustible rubbish )

b. tidak dapat dibakar ( non combustible rubbish )

3. Sampah yang berbentuk partikel halus

Sampah yang berbentuk partikel halus merupakan bekas atau sisa pembakaran, misalnya abu, debu dan sebagainya (Yulinah,2002).

Berdasar atas teknik pengelolaan dan jenis pemanfaatan, sampah dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali

Sampah ini merupakan sampah yang dapat dibuat untuk pupuk kompos, untuk makanan ternak, diolah kembali, diperbaiki kembali, dan untuk keperluan kembali.

2. Sampah yang dapat dibakar atau sebagai bahan bakar

Merupakan sampah yang dapat digunakan untuk briket, biogas, dan sebagainya.

3. Sampah yang harus dibuang untuk pertimbangan teknis dan ekonomis

Sampah yang dimaksud adalah sampah B3 (sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang berbahaya dan beracun).Sampah ini harus ada pengelolaannya sendiri.

F. Sumber Sampah

Sampah dapat dijumpai dibanyak tempat dan hampir semua kegiatan. Berdasarkan sumber atau asalnya sampah dapat digolongkan menjadi 7 macam yaitu :

1. Daerah pemukiman atau rumah tangga

Jenis sampah yang dihasilkan dari daerah pemukiman atau rumah tangga biasanya sisa makanan dan bahan-bahan sisa dari pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish), dan abu.

2. Daerah komersil

Sampah yang berasal dari daerah komersil meliputi sampah dari pasar, pertokoan, restoran dll.Sampah ini umumnya dominan sampah organik.

3. Daerah institusional

Sampah yang berasal dari daerah institusional terdiri atas sampah perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan lain-lain.Sampah ini umumnya dominan sampah kering.

4. Daerah terbuka

Sampah yang berasal dari daerah terbuka antara lain sampah dari pembersihan jalan, trotoar, taman dan lain-lain. Sampah ini umumnya dominan sampan organik dan debu.

5. Daerah industri

Masalah sampah yang berasal dari daerah industri sangat tergantung pada jenis industrinya.

6. Hasil pembangunan, pemugaran, pembongkaran sampah yang berasal dari hasil pembangunan, pemugaran dan pembongkaran adalah semua bahan yang berasal dari kegiatan tersebut. Sampah ini dapat berupa pecahan bata, beton, kayu, besi dan lain-lain.

7. Rumah sakit atau poliklinik

Sampah dari lokasi ini dapat berasal dari sampah dapur dan kantor, sampah bekas operasi, pembalut dan lain-lain (Robert,2003).

G. Komposisi Sampah

Komposisi sampah bervariasi untuk setiap daerah dan setiap waktu, tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi sampah. Faktor yang mempengaruhi produksi sampah ini antara lain :

1. Jumlah penduduk dan kepadatannya

Setiap pertambahan penduduk akan diikuti oleh kenaikan jumlah sampah, demikian juga daerah perkotaan yang padat penduduknya memerlukan pengolahan sampah yang baik.

2. Tingkat aktivitas

Semakin banyak kegiatan atau aktivitas, maka akan berpengaruh pada jumlah sampah.

3. Pola hidup atau tingkat ekonomi

Banyak barang yang dikonsumsi manusia juga berpengaruh pada jumlah sampah.

4. Letak geografi

Daerah pegunungan, daerah pertanian akan menentukan jumlah-jumlah sampah.

5. Iklim

Iklim tropis, sub tropis juga ikut berperan mempengaruhi jumlah sampah.

6. Musim

Musim gugur, musim semi, musim buah-buahan juga mempengaruhi jumlah sampah.

7. Kemajuan teknologi pembungkus plastik, daun, perkembangan kemasan makanan juga mempengaruhi banyaknya jumlah sampah (Boedojo, 1986).

BAB III

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Lokasi dan Waktu Kegiatan Praktikum

Lokasi praktikum matakuliah Pencemaran Lingkungan dilaksanakan di TPA Gunung Tugel yang berada di Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Praktikum pencemaran lingkungan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 juni 2011 mulai pukul 07.00 – selesai.

B. Metode

Praktikum pencemaran lingkungan dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi langsung ke lapangan dan metode interview yang dilakukan kepada para pihak terkait yaitu Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas serta pemulung yang berada di TPA Gunung Tugel.

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Sumber

Sampah di TPA Gunung Tugel bersumber dari seluruh kota Purwokerto. Seluruh sampah yang terkumpul di TPA Gunung Tugel terdiri dari sampah rumahtangga, sampah terminal, sampah pasar, sampah industri dan sampah jalan raya.



18

2. Volume

Volume sampah di TPA Gunung Tugel setiap harinya 300 m3 dengan diangkut menggunakan 42 armada truk, dimana setiap truk berisi 5 m3.


3. Jenis

Jenis sampah yang berada di TPA Gunung Tugel terdiri dari 62,88% sampah organik dan 37,12% sampah anorganik. Sampah organik seperti daun-daun, batang pohon dan sisa makanan, sedangkan sampah anorganiknya seperti plastik, karet, kertas dan barang bekas.

4. Pengelolaan

Sampah dikelola menggunakan tehnik Open Dumping.Open Dumping ialah tehnik pengolahan sampah dengan meratakan sampah di tempat terbuka dan luas.TPA Gunung Tugel ini dikelola oleh Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang KabupatenBanyumas (BMS).Luas TPA Gunung Tugel ialah 5 hektar.



5. Responden

Responden yang diwawancarai adalah Ibu Warti, yang merupakan pemulung dan masyarakat sekitar Gunung Tugel dan Bapak Gunadi selaku Kepala UPT persampahan.

B. Pembahasan

Sumber pendapat di atas sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan masyarakat yang berwujud padat baik berupa sampah basah (organik) maupun sampah kering (anorganik) yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi, sehingga dibuang ke lingkungan oleh pemiliknya atau pemakai semula.

1. Deskripsi TPA

Tempat pembuangan akhir (TPA) gunung tugel mempunyai luas 5 hektar.TPA Gunung Tugel berdiri pada tahun 1983 dan diresmikan dengan SK Bupati NO.658.1/721/87 pada tahun 1987.TPA ini dahulu dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup akan tetapi sekarang beralih ke Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang kabupaten Banyumas.

Tinjauan Operasional menelaah peraturan yang menjadi acuan yaitu Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah yaitu:

a. Pengelolaan sampah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang mendasar.

b. Masyarakat perlu dilindungi dari kemungkinan gangguan kesehatan akibat pengelolaan sampah sejak awal hingga tempat pembuangan akhir.

Kondisi TPA Gunung Tugel menejemen tentang dampak bagi kesehatan manusia kurang diperhatikan. Berdasarkan wawancara, responden memaparkan bahwa tidak berjalannya pemeriksaan kesehatan bagi para pemulung dan petugas pada tahun 2011 ini.Dalam lampiran Keputusan Dirjen tersebut dijelaskan pula persyaratan kesehatan pengelolaan sampah untuk Pembuangan Akhir Sampah yang dinyatakan antara lain dalam hal lokasi untuk TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang pengerat bagi pemukiman terdekat (minimal 3 Km).Perbandingan kondisi yang ada pada TPA gunung Tugel yaitu menimbulkan bau yang sangat tajam terutama pada tempat timbunan sampah dan berbahaya bagi orang yang sangat sensitive dengan bau yang tajam karena dapat menimbulkan rasa pusing, mual hingga muntah. Kondisi ini dapat mengganggu kesehatan para pekerja, pengunjung (dalam jangka pendek), dan masyarakat yang bertempat tinggal di dekat TPA Gunung Tugel.Kegiatan pembakaran sampah dapat berakibat buruk karena adanya kandungan Dioxin. Dioxin adalah salah satu zat beracun,zat kimia yang terbentuk dari hasil pembakaran sampah komersial atau sampah dari perkotaan. terjadi terutama pada wajah dan tubuh bagian atas, pada kulit lainnya, perubahan warna kulit, bulu pada tubuh yang berlebihan, dan kerusakan organ tubuh lainnya seperti: ginjal dan saluran pencernaan. Dampak penyakit yang mengancan manusia di lingkungan Tempat Pembuangan Akhir yaitu:

1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau sampah.

4) Tidak merupakan pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi setempat. Keadaan di TPA Gunung Tugel rumah penduduk berada pada kurang dari 200 meter, maka dari itu tidak dapat dinyatakan TPA Gunung Tugel sebagai tempat yang baik sesuai standar.

5) Tidak terletak pada daerah banjir. TPA Gunung Tugel apabiladibandingkan dengan standar telah aman dengan banjir karena berada pada dataran yang tinggi di atas bukit yang aman dari bencana banjir.

6) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi. TPA Gunung Tugel berada pada lokasi permukaan air yang rendah yaitu berada pada bukit dan bukan merupakan dataran rendah seperti pantai.

7) Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek estetika. TPA Gunung Tugel merupakan sumber bau yang sangat mengganggu, estetika yang kurang baik karena masih banyak sampai maupun tinja yang tercecer pada jalan masuknya tempat penimbunan, namun demikian tingkat kecelakaan pada daerah ini relatif rendah bardasarkan wawancara yang dilakukan.

8) Jarak dari bandara tidak kurang dari 5 Km. TPA Gunung Tugel berada lebih dari 5 km karena Bandara terletak di Kabupaten Purbalingga.

2. Sumber sampah

Sampah yang berada di TPA Gunung Tugel bersumber dari seluruh kecamatan di Purwokerto, terdiri dari sampah rumah tangga, sampah terminal, sampah pasar, sampah industri dan sampah jalan raya. Sampah-sampah ini diangkut menggunakan 42 armada truk, dimana setiap armada menampung muatan ±5 m3 sehingga dalam sehari volume sampah sekitar 300 m3 yang terdiri dari 62,88% sampah organik dan 37,12% sampah non organik.

3. Jenis sampah

TPA Gunung Tugel merupakan tempat yang digunakan untuk menampung sampah yang hanya dikelola namun tidak ada pengolahan lebih lanjut terhadap sampah organik maupun non organik. Pengelolaan hanya dilakukan pada sampah yang masih mempunyai nilai ekonomi dan bagi sampah yang sudah tidak mempunyai nilai ekonomi seperti sampah organik seperti sayur dan buah tidak dilakukan pengolahan lanjut.

4. Cara pengelolaan

Teknik yang digunakan untuk mengelola TPA adalah menggunakan teknik Open Dumping. Teknik tersebut merupakan teknik menampung sampah di tempat terbuka, luas dan diratakan.Pertama kali diresmikan, TPA tersebut memiliki tempat atau gedung yang digunakan untuk pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos akan tetapi hal tersebut hanya berjalan dalam waktu yangtidak lama dan berhenti di tengah jalan karena tidak ada pihak terkait, baik dari petugas maupun masyarakat untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Selain itu juga digunakan teknik pengurukan (penimbunan), dimana teknik ini digunakan untuk menimbun sampah yang tingginya sudah mencapai lebih dari 1 meter dengan menggunakan tanah. Tujuan dari pengurukan tanah ini ialah untuk mengurangi kepadatan lalat serta bau yang tidak sedap yang muncul dari sampah, sedangkan untuk pengolahan air lindi tidak dilakukan oleh TPA tersebut.

5. Pengelola

Pengelolaan sampah juga dilakukan oleh masyarakat sekitar dan sewaktu-waktu masyarakat dari bukan warga sekitar yang berprofesi sebagai pemulung. Pemulung di tempat tersebut memilah-milah menjadi kelompok macam-macam sampah anorganik seperti plastik-plastik, kemudian dijual kepada pengepul barang bekas atau sering disebut pengepul rosok.Jumlah pemulung di TPA tersebut sekitar ±125 pemulung. Pemulung tersebut bervariasi, ada orang dewasa dan juga anak-anak (saat selesai jam sekolah), akan tetapi mayoritas adalah orang dewasa dari masyarakat sekitar TPA.Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembang biak dan tidak menimbulkan bau. Keadaan yang sebenarnya banyak terdapat sangat banyak lalat dan nyamuk yang berkembang biak dan menimbulkan bau, dan untuk kecoa serta tikus praktikan tidak menemukan pada saat praktikum dilaksanakan.

b. Memiliki drainase yang baik dan lancar sedangkan keadaan TPA Gunung Tugel memiliki drainase namun tidak berjalan dengan baik dan lancar.

c. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda. Penataan di TPA gunung tugel tidak terdapat pengelompokan yang khusus untuk sampah bahan beracun dan berbahaya dan hanya terdapat pengelompokan sampah yang dianggap masih dapat dimanfaatkan oleh para pemulung yang memiliki tujuan-tujuan tertentu.

6. Dampak

Kondisi masyarakat sekitar serta petugas pengelola berkata bahwa tidak pernah mengalami keluhan maupun pelaporan dari masyarakat mengenai kondisi kesehatan maupun sumber air bersih, hal ini diutarakan oleh hasil wawancara kepada kepala UPT persampahan. Beliau hanya memberikan keluhan seperti bau yang tidak sedap ketika bekerja di sekitar TPA, sedangkan menurut pendapat salah satu pemulung yang diwawancarai, menyatakan bahwa mengalami keluhan seperti batuk-batuk dan juga bau tidak sedap, dan sesuai pendapat salah satu pemulung tersebut mengenai air bersih yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di wilayah sekitar TPA tidak mengalami pencemaran dan biasa digunakan untuk MCK, minum dan memasak.

7. Pengelolaan tinja

Tempat pembuangan akhir (TPA) Gunung Tugel tersebut berdampingan dengan tempat pembuangan tinja. Tempat ini terdiri dari 3 kolam, 2 kolam besar yang berkedalaman 3 meter dan 1 kolam kecil berkedalaman 1,5 meter.Kolam-kolam tersebut digunakan sebagai bak penampumg tinja yang selanjutnya diolah menjadi pupuk organik. Pupuk tersebut diperoleh melalui pengurasan bak penampung tinja dalm waktu 3 bulan sekali atau ketika 2 bak penampung sudah penuh, selanjutnya endapan kolam di keringkan dan kemudian siap digunakan menjadi pupuk. Pemanfaatan pupuk dari tinja dahulu dilakukan oleh pihak swasta di luar pihak terkait dan saat ini tidak lagi berjalan. Sekarang ini sewaktu-waktu masih berjalan adalah pemanfaatan pengolahan pupuk oleh petani sekitar.

8. Perencanaan wawancara

Berdasarkan wawancara terdapat perencanaan yang akan segera dijalankan yaitu pengalokasian lokasi TPA Gunung Tugel ke daerah Kaliori. Alasan akan dipindahkannya TPA tersebut dikarenakan jalan raya yang terdapat di lokasi TPA Gunung Tugel merupakan akses jalan raya yang cukup ramai wisatawan domestik ke Purwokerto sehingga estetika yang akan di dapat akan kurang baik jika saat melewati jalan raya akan terasa bau yang tidak sedap sebagai dampak dari pengumpulan sampah.

9. Perbandingan kenyataan dengan teori

Menurut SNI 19-2454-2002, persyaratan umum dan teknik lokasi pembuangan akhir sampah sesuai dengan SNI 03 3241 1994 mengenai mengenai tata cara pemilihan lokasi TPA. Metode pembuangan akhir sampah kota dapat dilakukan dengan cara:

a. Penimbunan terkendali termasuk pengolahan lindi dan gas

b. Lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas

c. Metode penimbunan sampah untuk daerah pasang surut dengan sistem kolam (anaerob, fakultatif, maturasi).

Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaram lindi (leachate) ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat (Judith, 1996). Qasim (1994) dan Thobanoglous et al (1993) menyatakan bahwa potensi pencemaran leachate maupun gas dari suatu landfill ke lingkungan sekitarnya cukup besar mengingat proses pembentukan leachate dan gas dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu 20-30 tahun setelah TPA ditutup, dan dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung. Upaya tersebut meliputi :

a. Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA). Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan peruntukan lahan dan tata ruang

b. Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA. Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA secara lebih memadai terutama ketersediaan SDM yang handal serta ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

Syarat Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan pada pengolahan TPA meliputi:

a. Lapisan Dasar Kedap Air

Tempat pembuangan akhir TPA Gunung Tugel tidak mempunyai cara pengolahan yang baik sesuai dengan ketentuan yang aman. Ketentuan yang baik dan yang seharusnya ada yaitu lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (<1-6 cm/det), proses serta sarana dan prasarana ini tidak terdapat pada TPA gunung Tugel. Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena terpapar cukup lama. Alternatif lain dapat dilakukan dengan menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan penimbunan sebaiknya lapisan dasar terlindung. Implikasi sebagai contoh yaitu dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.

b. Jaringan Pengumpul Lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi.Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain. Keadaan yang terjadi pada TPA Gunung Tugel mempunyai saluran untuk penyaluran air lindi, namun demikian saluran yang terdapat pada TPA gunung tugel tidak lagi berfungsi dengan baik karena diakibatkan banyaknya sampah yang yang telah menumpuk sehingga terjadi penyumbatan pada saluran lindi.

Manfaat jaringan pengumpul lindi bagi tempat pembuangan akhir sebenarnya sangat vital karena instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata 2000-10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi, Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap:

1) Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul. Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %.

2) Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %.

3) Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses 80 % .

4) Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan polutan.

5) Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar BOD lindi.

c. VentilasiGas

Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect). TPA Gunung Tugel tidak memiliki pengolahan dengan pengadaan ventilasi gas dan terkadang dilakukan pembakaran namun pembakaran tidak dilakukan secara merata.

d. Green Barrier

Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA.Tebal green barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana. Hai ini tidak terdapat di TPA Gunung Tugel.

e. Sumur Uji

TPA Gunung Tugel tidak memiliki sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran) (Thobanoglous et al, 1993).

Berdasarkan standar ketetapan kelayakan tempat pembuangan akhir di atas, tempat pembuangan akhir di Gunung Tugel belum dapat dikatakan tidak memenuhi persyaratan, karena hanya berjalan teknik open dumping yaitu teknik pengumpulan sampah saja dan tidak ada pengolahan tindak lanjut sebagai contoh tidak ada pengolahan air lindi dan hanya dibiarkan begitu saja.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sampah adalah merupakan bahan sisa, baik yang tidak digunakan lagi (barang bekas) maupun barang yang tidak diambil bagian utamanya. Sampah di TPA Gunung Tugel bersumber dari seluruh kota Purwokerto. Seluruh sampah yang terkumpul di TPA Gunung Tugel terdiri dari sampah rumah tangga, sampah terminal, sampah pasar, sampah industri dan sampah jalan raya.Adapun jenis sampah pada TPA Gunung Tugel ialah terdiri dari 62,88% sampah organik dan 37,12% sampah non organik. Sampah di TPA Gunung Tugel diangkut menggunakan 42 armada truk, dimana setiap armada menampung muatan ±5 m3 sehingga dalam sehari volume sampah sekitar 300 m3.

35

Pengelolaan sampah di TPA Gunung Tugel dulunya dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup akan tetapi sekarang beralih pada Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel belum memenuhi standar pembuangan sampah, karena dalam hal pengelolaan sampah, petugas setempat hanya mengelola dengan tehnik Open Dumping, yaitu dengan meratakan sampah di tempat yang luas dan terbuka tanpa ada pengolahan lebih lanjut pada sampah organik maupun anorganik. Dampak yang menjadi keluhan responden hanya bau yang tidak sedap dan gatal-gatal namun responden tidak memaparkan hal-hal yang lain, hal tersebut dimungkinkan karena responden merasa canggung pada saat wawancara. Terlihat dengan bahasa tubuh dan cara bicara responden.

B. Saran

1. Sampah yang berada di TPA sebaiknya tidak hanya dikelola saja tetapi jugaharus ada pengolahan lebih lanjut, baik sampah organik maupun non organik sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar.

2. Sebaiknya pihak pemerintah setempat memberikan pelatihan keterampilan pengolahan sampah dan membudayakannya dalam kehidupan sehari-hari kepada masyarakat sekitar

3. Sebaiknya ada pendataan secara langsung pada masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung untuk mengontrol hal-hal yang berkaitan dengan dampak terhadap kesehatannya.

4. Sebaiknya ada kebijakan dari pemerintah Purwokerto menanggapi rencana TPA kota Purwokerto yang akan dialokasikan ke Kaliori. kebijakan tersebut sebagai berikut :

5. Kebijakan untuk tidak memperbolehkan lokasi bekas TPA dijadikan sebagai permukiman manusia

6. Kebijakan untuk tidak mempergunakan air yang berada di lokasi TPA untuk keperluan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 1990. Pengantar Ilmu Lingkungan.Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Boedojo. 1986. Psikologi Manusia Dengan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Bahar, Y. 1986. Teknologi Penanganan Dan Pemanfaatan Sampah. Waca UtamaPramesti, Jakarta.

BIRO UMUM. 2007. Jumlah Pegawai UPN ”Veteran” Jawa Timur. UPN ”VETERAN” JawaTimur, Surabaya.

Hadiwiyoto. 1983. Penanganan Dan Pemanfaatan Sampah. Bintang Mas, Yogyakarta.

Hartono, I, G. 2000. Perencanaan Sistem Pengelolaan Persampahan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Judith. 1996. Sistem Pengelolaan Sampah Kota. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Kodoatie,J. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Muljadi. 2006.Manajemen Stratejik (Perencanaan dan Manajemen Kinerja). Prestasi Pustaka, Jakarta.

Peavy, Howard, S., Donald, R., and George Tcobanoglous. 1985. EnviromentalEngineering. McGraw Hill Publishing Company, New York.

Perpustakaan Departemen Kesehatan RI. 2009. Tata Ruang Tempat Pembuangan Akhir. Diakses pada tanggal 02 Juni 2011.

SNI 19-2454. 2002. Tata Cara Teknik Operasional Pegelolaan Sampah Perkotaan. www.sanitasi.or.id. Diakses pada tanggal 14 juni 2011.Rata Kiri

Tcobanoglous, G., Hillary, Theisen., and Samuel, Virgil. 1993.Integrated Solid Waste `Management : Engineering Principles and Management Issues. McGraw Hill Publishing Company, New York.

Trihardiningrum, Yulinah. 2002. Sistem Pengelolaan Sampah Kota. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.